Pagi-pagi bangun dengan suasana tidak menyenangkan. Hanya diam, istriku mempersiapkan bekal yang akan kubawa. Dan setelah itu dia juga mempersiapkan barang yg akan kami bawa pulang ke kampung. Walau tak banyak yg ku lakukan, namun kubantu dia mempersiapkan semuanya. Ku bereskan semuanya agar bisa kubawa langsung sambil berangkat kekantor. Semua barang kubawa agar istriku bisa dengan tenang pulang kerumah mertua. Telpon ku berbunyi, dari kakak yang sekedar menanyakan rencana kepulangan kami dan menitip oleh-oleh kue. Namun ternyata ini menjadi alasan untuk kekesalan dan kemarahan nya kembali. Dia marah karena aku tidak memberi tahunya. Dan dia kesal karena aku membelikannya kue titipannya. Oleh-oleh yang sengaja kubeli agar tidak membebaninya juga membuat nya marah karena awalnya aku tidak memberi tahukan kepada nya. Dan kekesalannya berlanjut sampai aku pulang kerumah mertua. Aku diabaikan, pulang dengan penuh lelah, karena pekerjaan yg harus dikerjakan sebelum cuti. Aku bingung ...
Malam yang lelah membawaku pulang kerumah. Tak seperti biasanya, aku tak disambut istriku. Belum sempat ku bertanya, "sakit perut" katanya saat melihat ku datang. Ntah kenapa, mungkin karena lelah atau karena tak disambut olehnya, aku jadi sedikit acuh padanya. Ku tanya padanya untuk persiapan mudik pertama, tapi sakit perut alasannya. Aku pun tak tega, dan kubiarkan dia terbaring di sofa, sambil menonton film kesukaan nya. Awalnya kami bercerita tentang suatu acara tv, mengenai penipuan penjualan rumah. Rasa kesalnya berawal dari rumahnya dulu yang dibelinya tanpa ada dokumen lengkapnya. Saat itu dia chat dengan abangnya, dan itulah awal kemarahan nya. Aku memang salah, karena tidak begitu peduli, karena yang kutahu, abangnya pasti sudah mengurus semuanya. Akhirnya kujelaskan padanya, beberapa dokumen di KPR, namun ternyata penjelasan ku membuat nya marah. Aku salah lagi. Aku kurang peka padanya. Aku sudah membuat nya marah.